Bekasi — Stigma bahwa anak pejabat lebih mudah meraih kesuksesan berkat privilese dan fasilitas sering kali mengemuka di ruang publik. Namun keluarga Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, menunjukkan kisah yang berjalan di jalur berbeda. Tiga anaknya tumbuh dengan nilai-nilai tanggung jawab dan kedisiplinan yang ditanamkan sejak kecil, bukan sekadar bertumpu pada kemudahan akses.

Meski memegang amanah sebagai kepala daerah, Tri tetap menyisihkan waktu untuk menjalankan peran sebagai ayah. Prinsip kerja yang ia terapkan di pemerintahan — seperti integritas, kedisiplinan, dan komitmen terhadap tugas — justru lebih dulu ia bangun di lingkungan rumah tangga.

Sang istri, Wiwiek Hargono, turut menjadi fondasi penting. Terlibat dalam berbagai kegiatan sosial, Wiwiek memastikan pola asuh di rumah tetap berjalan hangat namun tegas. Keduanya sepakat bahwa pendampingan adalah kunci pembentukan karakter anak, terlepas dari kesibukan yang mengikat aktivitas publik mereka.

Hasil dari pola asuh itu kini terlihat jelas.

  • Mahendra Ghani, anak sulung, mengabdi sebagai anggota Polri lulusan Akademi Kepolisian (Akpol). Ia sempat gagal pada percobaan pertama, namun bangkit dan berhasil lulus di tahun berikutnya.
  • Sabrina Dhia Salsabila, anak kedua, menempuh profesi sebagai dokter spesialis—jalur panjang yang menuntut ketekunan ekstra.
  • Bintang, putra bungsu, saat ini menempuh pendidikan di Akademi Militer (Akmil), salah satu institusi paling menantang secara fisik dan mental.

Perjalanan ketiganya menegaskan bahwa rute menuju profesi bidang pengabdian tidak bisa ditempuh hanya dengan fasilitas. Disiplin fisik, ketahanan mental, dan konsistensi belajar adalah hal yang tak dapat dibeli, bahkan oleh jabatan orang tua sekalipun.

Data Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan satu dari empat anak Indonesia jarang mendapatkan waktu berkualitas bersama orang tua. Situasi ini memperlihatkan pentingnya pendampingan keluarga dalam membangun karakter generasi muda.

Kisah keluarga Tri Adhianto memberikan perspektif bahwa kesuksesan anak tak selalu datang dari kemudahan, tetapi dari nilai-nilai yang ditanamkan, karakter yang dibentuk, dan pendampingan yang konsisten sejak dini. Sebuah pesan bahwa pengabdian sejati tumbuh dari fondasi yang dibangun di dalam rumah, bukan dari privilege yang melekat pada jabatan.